|
POLITEKNIK
TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
|
Laporan Praktikum Teknik Pengolahan Air dan Limbah
|
No
Dokumen
|
No.Revisi
|
Tanggalefektif
:
|
Halaman
|
FM-PM-02-04
|
00
|
16
Februari 2009
|
01
dari 01
|
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGOLAHAN AIR DAN LIMBAH
Disusun
Oleh :
Nama :
Aziz Rivaldi Nasution
NIM :
14 01 006
Group/Kel :
A / 1
Jurusan :
Teknik Kimia
Asisten :
Juna Sihombing ST.
POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I.
MEDAN
2016
LEMBAR
PENGESAHAN
MODUL
PRAKTIKUM
PENETAPAN COD
Nama : Aziz Rivaldi Nasution
Nim : 14 01 006
Group/Kel :
A / I (satu)
Jurusan : Teknik Kimia
Asisten : Juna Sihombing ST.
Medan,
3 November
2016
Asisten
Lab.
Teknik
Pengolahan Air dan Limbah
( Juna Sihombing ST. )
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak – Nya laporan ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi nilai mata kuliah praktek
pengolahan air dan limbah industri serta meningkatkan pengetahuan mahasiswa
mengenai materi “PENETAPAN COD” Ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
yang telah memberikan dukungan dan bimbingannya sehingga laporan ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kepada teman – teman yang
telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Penulis
sadar laporan ini masih jauh dari sempurna dan memilki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca untuk perbaikan laporan ini di masa depan. Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca terutama saya selaku penulis.
Medan, Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR
PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA
PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR
ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR
TABEL....................................................................................... vi
DAFTAR
GAMBAR................................................................................... vii
BAB
I. PENDAHULUAN .................................................................... .... 1
1.1. Tujuan Praktikum................................................................ .... 1
1.2. Landasan Teori..................................................................... .... 1
1.2.1.
Jurnal ....................................................................... .... 1
1.2.2.
COD......................................................................... .... 17
1.2.2.1.
Metode Analisis COD................................ .... 18
1.2.2.2.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis
COD .......................................................... .... 19
1.2.3.
Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar
COD ........................................................................ .... 20
BAB II. ALAT DAN BAHAN.................................................................. 21
2.1. Alat ................................................................................... .... 21
2.2.
Bahan................................................................................. .... 21
BAB III. PROSEDUR KERJA................................................................ 22
3.1. Prosedur Kerja Pembuatan
Reagen pada Penetapan
COD.................................................................................. .... 22
3.2.
Prosedur Kerja Penetapan COD........................................ .... 24
BAB IV. GAMBAR RANGKAIAN.................................................... .... 26
BAB V. DATA
PENGAMATAN........................................................ .... 28
BAB VI. PENGOLAHAN DATA........................................................ .... 31
... 6.1. Perhitungan Kadar COD.................................................. .... 31
... 6.2. Reaksi................................................................................ .... 32
BAB
VII. KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 33
7.1. Kesimpulan......................................................................... .... 33
7.2. Saran................................................................................... .... 33
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Pembagian
Ruas di DAS Ciliwung yang Dipergunakan dalam Perhitungan
dengan program QUAL2K ..................................... 5
Tabel 1.2 Nilai
Rataan Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai Ciliwung
2008 ............................................................................................. 7
Tabel
1.3 Estimasi Distibusi Beban Pencemaran BOD di Sungai
Ciliwung ...................................................................................... 9
Tabel
1.4 Estimasi Daya Tampung DAS
Ciliwung
..................................... 14
Tabel 5.1 Data
Untuk Sampel ...................................................................... 28
Tabel 5.2 Data Untuk Blanko
...................................................................... 29
Tabel 5.3 Data Untuk Penentuan Faktor...................................................... 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Lokasi tempat pengambilan sampel .................................... 2
Gambar
2. Grafik Profil BOD di Sungai
Ciliwung Hasil Analisis QUAL2Kw........................................................................... 8
Gambar 3. Grafik Perubahan Debit Air di Sungai Ciliwung................... 11
Gambar 4. Grafik
Profil Debit Sungai Ciliwung dari hasil Analisa
QUAL2Kw............................................................................ 11
Gambar 5. Gambar
Rangkaian................................................................ 26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Tujuan Praktikum
1.
Menanalisa kadar COD dalam sampel dengan penambahan larutan KMnO4
berlebih dalam suasana asam pada suhu 60 0C – 70 0C.
2. Memahami metode
analisis kadar COD.
1.2.
Landasan Teori
1.2.1.
Load Capacity Study Of Ciliwung Watershed
Pendahuluan
Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung memiliki fungsi
sosial dan fungsi ekonomi. DAS Ciliwung yang melintasi wilayah Ibu Kota DKI
Jakarta, adalah DAS urban yang memiliki arti strategis dalam konteks nasional,
yang perlu dikelola secara khusus. Panjang sungai Ciliwung dari bagian hulu sampai
muara di pesisir pantai Teluk Jakarta adalah
± 117 km, dengan luas DAS Ciliwung sekitar 347 km2. DAS
Ciliwung mencangkup areal mulai dari bagian hulu di Tugu Puncak (Kabupaten
Bogor) sampai hilir di Teluk Jakarta (Jakarta Utara). Kegiatan pembangunan di
DAS Ciliwung, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dan
pertambahan penduduk cukup tinggi. Perubahan penggunaan lahan, serta
bertambahnya kawasan pemukiman di Ciliwung hulu, tengah dan hilir berimplikasi
terhadap masuknya polutan ke DAS Ciliwung. Sumber pencemaran Sungai Ciliwung
berasal dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah
peternakan.
Hasil pemantauan BPHD (2007) menyebutkan bahwa kualitas
air Sungai Ciliwung semakin tercemar
pada bagian hilir yaitu berada pada kondisi kelas IV, artinya air Sungai
Ciliwung hanya dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Hasil penelitian Fadly
(2007) mengungkapkan bahwa kualitas air Sungai Ciliwung yang memasuki Kota
Jakarta yaitu bagian hilir telah berada di atas baku mutu air sungai KepGub DKI
Jakarta No.582 Tahun 1995, yang artinya telah tercemar. Keberagaman kegiatan di
sepanjang DAS Ciliwung menimbulkan buangan limbah, yang berkontribusi terhadap
peningkatan beban pencemaran di DAS Ciliwung. Badan air memiliki kemampuan
untuk memulihkan diri dan melakukan pembersihan diri dalam batas-batas
tertentu. Namun beban pencemaran yang terus meningkat dapat menurunkan
kemampuan pemulihan diri sungai. kemudian berdampak pada penurunan kualitas air
sungai. Kualitas air DAS Ciliwung semakin tercemar dan mengarah pada
peningkatan beban pencemaran. Oleh karena itu, perlu diketahui informasi
mengenai daya tampung beban pencemaran di DAS Ciliwung, yang kemudian menjadi
dasar pengelolaan pengendalian pencemaran di DAS Ciliwung. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui besarnya beban pencemaran di Sungai Ciliwung dan
mengetahui besarnya daya tampung Sungai Ciliwung..
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif. Perhitungan
estimasi beban pencemaran dan daya tampung menggunakan metode Streeter Phelps
(Program QUAL2Kw), menggunakan data primer berupa data kualitas air
sungai (tahun 2004-2008), data hidrologi sungai dan data curah hujan. DAS
Ciliwung diwakili stasiun pengamatan Atta’awun-Ancol, dibagi menjadi 14 ruas
dan 6 segmen.
Gambar 1.
DAS Ciliwung dan Pembagian Segmen
Pengolahan dan Analisis Data
Beban pencemaran atau load (L) adalah konsentrasi
bahan pencemar (C) dikalikan kapasitas aliran air atau debit air (Q) yang
mengandung bahan pencemar.
L = C. Q………………….........................…….(1)
Menurut versi KEPMENLH No.110 Tahun 2003, tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air perhitungan
kandungan oksigen, BOD adalah sebagai berikut:
……………………...…………. (2)
Dengan CR
= konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabung;
Ci = konsentrasi konstituen pada aliran ke-i;
Qi = laju alir aliran ke-i;
Mi = massa konstituen pada aliran ke-i.
Pemodelan QUAL2Kw mengaplikasikan proses pengurangan
oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegrasikan
bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut
(reaerasi), Chapra (1997). Kemudian, dengan menyesuaikan kedalaman dan
kecepatan aliran Sungai Ciliwung, maka tipe aerasi yang digunakan adalah
persamaan O’Connor-Dobbins.
Reaeration Coefficient atau K2 dengan menggunakan persamaan
O’Connor-Dobbins(K2):
……………….……..(3)
Dengan : H = ketinggian air (m); U* =Kecepatan
rata-rata (m/dtk), dihitung dengan menggunakan persamaan yaitu:
U* =
√gHS …………..…....…………..(4)
Debit aliran (Q) dipertoleh dengan mengalikan kecepatan
aliran (V) dengan luas penampang melintang (A):
………………........……..….(5)
Dengan : Q = debit (m3/dt);
A = luas penampang basah (m2);
V = kecepatan aliran (m/dt).
Kecepatan aliran (V) yang diperoleh biasanya bukan
kecepatan aliran rata-rata,tetapi kecepatan aliran maksimum dalam sungai, maka
kecepatan yang mendekati keadaan sesungguhnya arus dikalikan dengan angka
tetapan (konstanta). Konstanta dimaksud adalah 0,75 untuk keadaan dasar sungai
yang kasar atau 0,85 untuk keadaan dasar sungai yang lebih halus. Menurut
Hewlett (Asdak, 2004) debit sesungguhnya adalah 20-25% dari debit hasil
perhitungan dengan persamaan (2.7). Bentuk persamaan Manning (Asdak, 2004)
adalah untuk memperoleh angka kecepatan pada saluran terbuka, yakni:
……………………(6)
Dimana: V = kecepatan aliran (m/dt),
r = jari-jari
hidrolik (m);
s = kemiringan permukaan air,
n = angka koefisien kekasaran Manning.
Hasil Analisis dan Pembahasan
Estimasi Daya Tampung Beban Pencemaran
Perhitungan estimasi beban pencemar menggunakan metode Streeter-Phelps dengan program QUAL2Kw. Penggunaan program QUAL2Kw dapat mengestimasi
nilai beban pencemaran pada tiap ruas sungai. Pemodelan dengan menggunakan software QUAL2Kw terlebih dahulu
dilakukan pembagian ruas (reach),
jarak dan batas sungai. Gambar sketsa Sungai Ciliwung dan pembagian ruas dapat
dilihat pada Gambar 5.4. Pada Gambar 5.4 menunjukkan bahwa Sungai Ciliwung dari
hulu hingga hilir terbagi menjadi 14 ruas (reach),
dan 6 segmen sesuai dengan wilayah administrasinya.
Tabel 1. Pembagian Ruas di DAS Ciliwung yang Dipergunakan
dalam Perhitungan dengan
program QUAL2Kw
Tabel. 1 adalah pembagian reach di Sungai Ciliwung. Dalam penelitian ini, aliran sungai
Ciliwung yang akan dihitung beban pencemarannya adalah mulai dari Atta’awun
yang diasumsikan sebagai hulu Sungai Ciliwung, sampai dengan hilir di stasiun
pengamatan Ancol. Kemudian, berdasarkan pembagian ruas di atas dibuatlah gambar
sketsa Sungai Ciliwung dan pembagian ruas. Sketsa sungai ini sekaligus
mendeskripsikan point source dan non point source yang berpotensi
memasukan beban di tiap ruas sungai. Berdasarkan batasan wilayah lokasi
pemantauan kualitas air sungai, maka peneliti menetapkan pembagian segmen di
DAS Ciliwung, sesuai dengan batas administrasi pemerintahan sepanjang aliran
Sungai Ciliwung.
DAS Ciliwung terbagi menjadi 6 segmen berdasar kajian
KLH. Segmen 1 merupakan daerah hulu Sungai Ciliwung, sedangkan segmen 2, segmen
3, dan segmen 4 adalah bagian tengah Sungai Ciliwung, serta segmen 5 dan segmen
6 adalah bagian hilir Sungai Ciliwung. Peneliti mengacu pada hasil penelitian KLH
dalam pembagian segmen berdasarkan wilayah administrasi.
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi point source dan non point source. Berdasarkan pembagian ruas tersebut di atas,
peneliti mengidentifikasi point source
yang memasuki Sungai Ciliwung. Dimulai dari bagian hulu, peneliti
mengidentifikasi apakah terdapat industri yang membuang limbah ke Sungai
Ciliwung, yang berada di ruas Atta’awun hingga Cisampai. Identifikasi point source juga dilakukan pada ruas
Cisampai-Cisarua. Demikian seterusnya hingga ruas ke-14. Sumber
pencemaran dari point source adalah
sumber titik yang menunjukan buangan polutan yang ditimbulkan oleh sumber
spesifik, atau lokasi tertentu.
Peneliti menelusuri data point source dari hulu (data diperoleh dari BPLHD Jawa Barat) dan
hilir (data diperoleh dari BPLHD DKI Jakarta). Dalam perhitungan menggunakan Program QUAL2Kw dimasukan
pula data kualitas air Sungai Ciliwung, data kualitas air sungai yang digunakan
adalah data hasil pemantauan tahun 2008. Data tersebut bersumber dari BPLHD
Provinsi Jawa Barat, BPLHD Provinsi DKI Jakarta, serta dari Asdep Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) KLH. Parameter kualitas air yang dimasukkan ke dalam program adalah temperatur, pH, konduktivitas,
TSS, BOD, COD dan DO.Perhitungan data dengan menggunakan QUAL2Kw mempergunakan
data rata-rata (mean),
data hasil pengamatan maksimun dan data hasil pengamatan
minimum. Tabel 2. adalah data rata-rata
beberapa parameter kualitas air, di 15 stasiun pengamatan pada pemantauan tahun
2008.
Tabel. 2 Nilai Rataan Hasil Pemantauan Kualitas Air
Sungai Ciliwung 2008
Setelah tahap pengisian data diselesaikan, program
QUAL2Kw akan dapat dijalankan. Selanjutnya, secara otomatis akan membuat lembar
kerja (work sheet) WQOutput, yang merupakan hasil output secara teks atau angka. Selain
hasil perhitungan berupa angka, program QUAL2Kw juga menampilkan grafik sebagai
output program. Setelah semua data
diinput ke dalam program QUAL2Kw dan dilakukan simulasi dengan point source dan nonpoint source, hasilnya adalah kualitas sungai Ciliwung
berdasarkan pendekatan model untuk parameter BOD. Dalam penelitian ini, program QUAL2Kw digunakan permodelan
untuk mensimulasikan kadar BOD di sepanjang Sungai Ciliwung, sehingga dapat
diketahui beban pencemaran di tiap segmen. Penggunaan pemodelan adalah untuk
menyederhanakan suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut.
Pada penelitian ini, permodelan dengan menggunakan Program QUAL2Kw digunakan untuk mengetahui kondisi BOD
sepanjang sungai. Dengan demikian, dapat
dilakukan tindakan selanjutnya, seperti kebijakan IPAL industri yang ada di
sepanjang sungai, yang hanya diperbolehkan membuang limbahnya pada beban
tertentu, atau pun kebijakan jumlah industri di suatu lokasi.
Gambar 2. Grafik Profil BOD di Sungai Ciliwung Hasil
Analisis QUAL2Kw
Gambar 2. adalah hasil permodelan profil BOD dari hulu
hingga hilir dengan Program QUAL2Kw.
Berdasarkan hasil grafik pada Gambar 2 menunjukan bahwa BOD model dan BOD hasil
pemantauan memiliki pola grafik yang sama, yakni konsentrasi BOD semakin tinggi
di hilir sungai (kilometer 0). Dari hasil grafik dapat dilihat bahwa
peningkatan BOD terjadi semakin menuju ke hilir sungai, peningkatan konsentrasi
BOD terjadi dimulai pada kilometer 55, yakni sekitar ruas Pondok Rajeg-Jembatan
Panus. Ruas Pondok Rajeg-Jembatan Panus berada di bagian tengah DAS, di lokasi
tersebut terdapat beberapa industri yang potensial memasukan beban limbah cair
ke Sungai Ciliwung, diantaranya adalah industri tekstil, keramik dan terdapat
pula rumah sakit (RS Cibinong).
Konsentrasi BOD ini terus meningkat hingga hilir sungai, yakni ruas
PIK-Ancol. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya beban pencemar yang
kemudian terakumulasi di titik tersebut. Berdasarkan observasi lapangan, aliran
air di PIK-Ancol relatif diam, debit air sangat kecil, bahkan mendekati nol.
Konsentrasi oksigen terlarut yang sangat minim mengakibatkan terjadinya
respirasi anaerob. Peneliti berpendapat di ruas PIK-Ancol, dimana konsentrasi
BOD yang tinggi serta debit air yang mendekati nol, serta rendahnya konsentrasi
DO, mengakibatkan beban pencemar terakumulasi di titik tersebut.
Tabel 3. Estimasi Distibusi Beban Pencemaran BOD di
Sungai Ciliwung
Berdasarkan nilai estimasi beban pencemaran pada Tabel 3
dapat diketahui perkiraan beban pencemar terbesar adalah di segmen 5 dan segmen
6 (DKI Jakarta), yakni mencapai 16.772,14 Kg/jam dan 20.674,66 Kg/jam. Nilai
estimasi beban pencemaran di atas dapat dimanfaatkan sebagai acuan
masing-masing wilayah administrasi dalam pengendalian beban pencemaran.
Gambar 3. Profil
Oksigen terlarut di Sungai Ciliwung Hasil Analisis QUAL2Kw
Keberadaan beban pencemar di perairan dipengaruhi oleh
kadar oksigen terlarut di perairan. Jika ketersediaan oksigen terlarut tinggi
di peraian maka dapat mendukung proses swa purifikasi (self purification). Self
Purification adalah kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah
dari berbagai kontaminan dan pencemar. Keberadaan oksigen terlarut di perairan
dibutuhkan oleh bakteri di perairan untuk
melakukan proses dekomposisi bahan organik. Namun, jika oksigen terlarut
konsentrasinya rendah atau bahkan nol maka proses dekomposisi yang terjadi
adalah proses respirasi anaerob. Peningkatan BOD terjadi seiring dengan
penurunan konsentrasi oksigen. Konsentrasi oksigen terlarut mencapai titik
minimum dan sering terjadi dekomposisi secara anaerob pada pada perairan berlumpur
yang menimbulkan bau mengganggu. Gambar 3 adalah gambaran konsentrasi oksigen
terlarut di sepanjang Sungai Ciliwung. Berdasarkan hasil Gambar 3 menunjukan
bahwa DO di bagian hilir mendekati nol.
Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya beban pencemar
yang kemudian terakumulasi di titik tersebut, sehingga oksigen terlarut
diperairan tersebut terus-menerus digunakan untuk proses dekomposisi, hingga
konsentrasi DO menurun drastis. Peningkatan BOD terjadi seiring dengan
penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Pada Gambar 2, mendeskripsikan profil
BOD di Sungai Ciliwung), peningkatan BOD terjadi di kilometer 55. Kemudian,
pada Gambar 5.6. dapat dilihat penurunan konsentrasi oksigen terjadi dimulai
pada kilometer 50, yakni sekitar ruas Pondok Rajeg-Jembatan Panus. Konsentrasi
DO ini terus menurun hingga hilir sungai , yakni ruas PIK-Ancol, dimana DO
minimal hampir 0 mg/l. Sementara, konsentrasi DO saturasi pada Gambar 3 adalah
menunjukkan korelasi DO dengan temperatur.
Gambar 4. Grafik Perubahan Debit Air di Sungai Ciliwung
Gambar 4 adalah grafik yang menunjukan hasil pemantauan
debit Sungai Ciliwung di stasiun pengamatan Ratujaya (Depok) dan di stasiun
pengamatan Katulampa. Pada grafik di atas menunjukkan bahwa, debit di stasiun
pengamatan Katulampa relatif lebih tinggi dibandingkan di stasiun pengamatan
Depok. Debit air di stasiun pengamatan Katulampa berkisar antara 0,71-14,52 m3/detik.
Sedangkan debit air di stasiun pengamatan Depok berkisar antara 0,72-12,13 m3/detik.
Pada kedua stasiun pengamatan, debit air rendah pada bulan Juni hingga Oktober,
hal ini dapat dikarenakan faktor musim kemarau.
Gambar 5 Grafik Profil Debit Sungai Ciliwung dari hasil
Analisa
QUAL2Kw
Gambar 5 adalah grafik profil debit di Sungai Ciliwung
berdasarkan hasil analisa QUAL2Kw, yang menunjukkan rendahnya debit air pada
bagian hilir. Debit air semakin menuju ke hilir semakin rendah, di bagian hilir
sungai, nilai debit 0,30 m3/detik. Kecilnya nilai debit di beberapa
ruas yang merupakan wilayah DKI Jakarta, dapat dikarenakan karena faktor limbah
padat (sampah) yang terdapat di hilir
Sungai Ciliwung.
Berdasarkan pemantauan lapangan, Sungai Ciliwung di
daerah Manggarai, Gunung Sahari dan PIK, volume sampah meningkat yang
mengakibatkan aliran air melambat atau bahkan berhenti. Oleh karena itu debit
air di wilayah tersebut nilainya 0,30 m3/detik. Selain itu di bagian
hilir, sedimen dari hulu yang terbawa aliran air akan terakumulasi di bagian
hilir sehingga memperlambat aliran air. Di sisi lain, angka curah hujan di
bagian hilir (DKI Jakarta) relatif lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan
di bagian hulu (Kabupaten Bogor). Faktor-faktor tersebut adalah beberapa
penyebab rendahnya nilai debit air di bagian hilir.
Rendahnya nilai debit di hilir, mengakibatkan besarnya
beban pencemaran di hilir, hal ini dapat dilihat pada profil BOD Sungai
Ciliwung (Gambar 2.) Berdasarkan hasil penelitian Irianto (2002), terdapat
korelasi yang signifikan antara kadar BOD, COD dan debit sungai. Nilai debit
air ini berkorelasi dengan beban pencemaran (BOD, COD) dan berperan dalam
pengenceran beban pencemar. Oleh karena itu nilai beban pencemaran di hilir DAS
Ciliwung semakin tinggi, kemudian hasil analisa QUAL2Kw pun menunjukkan debit
air di hilir pun semakin rendah. Salah satu penyebab besarnya nilai beban
pencemaran di bagian hilir adalah rendahnya nilai debit air di bagian hilir.
Nilai debit air mengintepretasikan kecepatan aliran air per luas penampang
sungai. Dengan demikian jika kecepan air tinggi maka nilai debit air pun tinggi,
kemudian aliran air ini berperan dalam sirkulasi oksigen terlarut di perairan.
Tingginya konsentrasi BOD di bagian hilir yang tidak diimbangi suplai oksigen
terlarut di perairan dapat mengakibatkan tingginya beban pencemaran dan terjadi
proses respirasi anaerob.
Berkaitan dengan debit air Sungai Ciliwung, salah satu
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya debit air adalah faktor curah hujan.
Curah hujan adalah salah satu parameter meteorologi yang sangat mencolok
fluktuasinya. Angka curah hujan merepresentasikan intensitas hujan, yakni
besaran curah hujan dalam skala waktu jam/harian/bulanan/tahunan, yang
bervariasi secara spasial/ ruang atau berfluktuatif. Berdasarkan Tabel 4.5
terdapat luasan 16105.94 hektar dari DAS Ciliwung yang memiliki curah hujan 13,6
- 20,55 mm/hari. Curah hujan yang tinggi berkontribusi terhadap meningkatnya
kadar oksigen terlarut di dalam air, yang kemudian mendukung daya purifikasi
di badan air.
Dari hasil simulasi QUAL2Kw, perhitungan beban pencemaran
dengan simulasi model parameter BOD diperoleh beban pencemaran tertinggi berada
di segmen 6 (Manggarai-Ancol) yakni sebesar 20.674,66 kg/jam, sedangkan di
segmen 5 (Kelapa Dua-Manggarai) sebesar 16.772, 14 kg/jam. Beban pencemaran
Sungai Ciliwung, dari hulu ke hilir meningkat signifikan di bagian hilir yakni
di wilayah DKI Jakarta. Kemudian, pada profil DO di hilir sungai Ciliwung
memperlihatkan bahwa DO di hilir sangatlah rendah, bahkan mendekati nol,
sehingga kurang mendukung daya purifikasi di hilir sungai.
Estimasi Daya Tampung Beban Pencemaran
Pada sub bab ini akan dikaji estimasi daya tampung pada
masing-masing segmen. Pendekatan model untuk parameter BOD, dapat pula
digunakan untuk mendapatkan estimasi
nilai daya tampung beban pencemaran untuk pengelolaan DAS Ciliwung. Berdasarkan Keputusan KNLH No. 110 Tahun 2003, tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air, bahwa QUAL2E adalah salah satu program yang dapat
menghitung daya tampung beban pencemaran,
program QUAL2Kw yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah turunan yang
diperbarui (upgrade) dari program
QUAL2E. Dalam
penentuan
daya tampung menggunakan program QUAL2Kw, terlebih dahulu
peneliti menentukan target kelas masing-masing segmen. Kemudian, ketika melakukan
simulasi, beban pencemar yang sebenarnya diturunkan hingga mencapai konsentrasi
BOD sesuai dengan target baku mutu masing-masing segmen. Ketika konsentrasi BOD
yang disimulasi telah sesuai dengan BOD target maka dapat ditentukan nilai daya
tampung, yang dapat menjadi target pengelolaan pada masing-masing segmen. Penggunaan baku mutu adalah sesuai dengan PP
No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran
air. Dalam penentuan daya tampung ini ditargetkan Sungai Ciliwung untuk segmen
1 adalah kelas I, segmen 2, 3 dan 4 adalah kelas II, serta segmen 5 dan segmen
6 adalah kelas III, maka dapat dibandingkan kualitas air Sungai Ciliwung
menurut kelas sasaran parameter BOD.
Tabel. 4 Estimasi Daya Tampung DAS Ciliwung
Tabel. 4 adalah nilai estimasi daya tampung beban
pencemaran di Sungai Ciliwung, berdasarkan pendekatan parameter BOD dengan
mempergunakan Program QUAL2Kw.
Setelah dilakukan simulasi dengan mengurangi beban pencemaran BOD pada semua
sumber point source dan non point source, sehingga BOD model
mendekati BOD pada WQdata. Konsentrasi BOD pada WQdata adalah nilai konsentrasi
BOD yang diinput sesuai dengan baku
mutu nilai konsentrasi BOD pada masing-masing kelas.. Nilai daya tampung segmen
1 hingga segmen 6 berkisar antara 350,58-2.318.23kg/jam.
Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi BOD dengan Baku Mutu Kelas II, III dan IV
Hasil perhitungan konsentrasi BOD berdasarkan metode
neraca massa, dengan program QUAL2Kw, menunjukkan bahwa BOD di segmen 1 hingga segmen
6 telah jauh melampaui baku mutu kelas 1 dan kelas 2, artinya keenam segmen
tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas I dan kelas II. Pada baku
mutu kelas III, segmen 1 dan segmen 2 masih memiliki daya tampung untuk baku
mutu kelas III, pada ruas Kedung Halang-Pondok Rajeg (segmen 3), telah
melampaui daya tampung untuk baku mutu kelas III. Jadi, segmen 3 hingga segmen 6 sudah tidak memiliki
daya tampung untuk baku mutu kelas III. Jika konsentrasi BOD dibandingkan
dengan baku mutu kelas IV, segmen 1 hingga segmen 5 masih memiliki daya tampung
untuk baku mutu kelas IV. Pada ruas Kwitang-Ancol (segmen 6), telah melampaui
daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Jadi, segmen 6 sudah tidak memiliki daya
tampung untuk baku mutu kelas IV, ini dapat dilihat pada Gambar 6. Daya tampung
di segmen 6, sebesar 2.318.23kg/jam telah jauh melampaui beban pencemar di
segmen tersebut.
Daya tampung beban pencemaran dipergunakan untuk
pemberian ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penataan ruang,
pemberian ijin pembuangan air limbah, penetapan mutu air sasaran dan program
kerja pengendalian pencemaran air. Beban pencemaran tertinggi adalah di segmen
5 dan segmen 6, yang telah melampaui jauh dari nilai daya tampungnya. Sesuai
dengan pembagian wilayah administrasi, pengendalian beban pencemaran di segmen
5 dan segmen 6 adalah tanggung jawab Provinsi DKI Jakarta. .
Gambar 7. Profil Konsentrasi BOD dan DO di DAS Ciliwung
Konsentrasi DO dan BOD yang dibandingkan pada Gambar 5.12
adalah konsentrasi BOD hasil analisis neraca massa dengan perangkat lunak
QUAL2Kw. Kenaikan konsentrasi BOD mulai terjadi pada ruas Sempur-Kedunghalang
(Km. 73), yakni konsentrasi BOD sebesar 7,29 mg/l. Peningkatan konsentrasi BOD
terus berlangsung dari segmen 3 hingga segmen 6, dan konsentrasi BOD tertinggi
adalah di segmen 6. Sedangkan konsentrasi DO tertinggi adalah pada segmen 1,
khususnya di ruas Atta’awun-Cisampai (Km.86), konsentrasi DO mencapai 9,78-9,66
mg/l. Konsentrasi DO menurun pada ruas Kelapa Dua-Condet (Km.44), konsentrasi
DO di ruas tersebut adalah yakni 4,73-4,09 mg/l. Konsentrasi DO terus menurun
hingga ruas PIK-Ancol 3,36-3,24 mg/l. Rendahnya konsentrasi DO di segmen 6
menunjukkan bahwa daya purifikasi di segmen 6 pun menurun, daya purifikasi di
segmen 6 dapat dikatakan terendah dibandingkan daya purifikasi di segmen 1
hingga segmen 4. Hal ini mendukung hasil analisis sebelumnya bahwa segmen 6
sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV
Kesimpulan
DAS Ciliwung semakin ke hilir beban pencemarnya semakin
tinggi. Dari hasil perhitungan beban pencemaran BOD, diperoleh beban pencemaran
tertinggi berada di segmen 6 (Manggarai-Ancol) yakni sebesar 20.674,66 kg/jam.
Beban pencemaran DAS Ciliwung, dari hulu ke hilir meningkat signifikan di
bagian hilir yakni di wilayah DKI Jakarta, dengan nilai beban pencemaran 1.724,
11 – 20.674,66 kg/jam. Dari hasil perhitungan daya tampung beban pencemaran
BOD, didapatkan bahwa, segmen 1 hingga segmen 5 masih memiliki daya tampung
untuk baku mutu kelas IV, namun segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung
untuk baku mutu kelas IV. Nilai daya tampung yang segmen 1-segmen 6, berkisar
antara 350.58-2318,23 kg/jam.
1.2.2. COD
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan
oksigen, yaitu oksidasi secara kimiawi dengan menggunakan kalium bikarbonat
yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. COD umumnya lebih besar dari BOD,
karna jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara kimiawi lebih besar
dibandingkan oksidasi secara biologis.
COD adalah jumlah
oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis
yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksdasi K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS
Santika, 1987). COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat
didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan
organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O
serta sejumlah chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc
+ Cr2O72- + H + → CO2 +
H2O + Cr 3+
1.2.2.1.
MetodeAnalisa COD
Prinsipnya
pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7)
sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan
asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu.
Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan
demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam
sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Metoda standar
penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD)
yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat
kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis. Pada
penetapan COD jenis titrasi yang digunakan adalah Titrasi Permanganometri.
Titrasi permanganometri merupakan titrasi redoks yang menggunakan larutan
standart larutan Kalium Permanganat (KmnO4). Kalium permanganat
merupakan oksidator yang mudah diperoleh, murah dan tidak memerlikan indikator
(autoredoks) untuk menunjukkan perubahan warna yang terjadi. Larutan kalium
Permanganat merupakan larutan standart sekunder karena larutan tersebut mudah
terurau oleh cahaya, temperatur tinggi dan asam atau basa. Oleh karena itu,
Kalium permanganat harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Kepedulian akan aspek
kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda standar penentuan
COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun
dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda
alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi
kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda
yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai
pengukuran secara elektrokimia. KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand =
COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2) yang
bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap
1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam
contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam
refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan
dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara
spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai
dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang
600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan
pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau
sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-)
pada panjang gelombang 420 nm.
1.2.2.2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis COD
KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand =
COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang
bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap
1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam
contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam
refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan
dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara
spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat
mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai
dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang
600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran
terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan
90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-)
pada panjang gelombang 420 nm.
1.2.3. Penanggulangan
Kelebihan/Kekurangan Kadar COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan
organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh
mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm.
Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga
nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar
diperoleh hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan
air kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi
seluruh permukaan media. Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan
biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh permukaan genting.
Permukaan media bertindak sebagai pendukung
mikroorganisme yang memetabolisme bahan organik dalam limbah. Penyaring harus
mempunyai media sekecil mungkin untuk meningkatkan luas permukaan dalam
penyaring dan organisme aktif yang akan terdapat dalam volume penyaring akan
tetapi media harus cukup besar untuk memberi ruang kososng yang cukup untuk
cairan dan udara mengalir dan tetap tidak tersumbat oleh pertumbuhan mikroba.
Media berukuran besar seperti genting (tanah liat kering) berukuran 2-4 in akan
berfungsi secara maksimal. Media yang digunakan berupa genting dikarenakan
lahan diatas permukaan genting cenderung berongga dibanding media lain yang
biasa mensuplai udara dan sinar matahari lebih banyak daripada media lain yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba pada genting. Pada penelitian ini,
efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat menurunkan sampai
60% dikerenakan :
a.
Aliran
air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang
digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
b.
Supplay
oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam
ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Senyawa organik yang
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif nitrogen,
sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia
dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa
organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan
peningkatan COD, BOD, SS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk.
BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1. Alat
1.
Batang
pengaduk :1 buah
2.
Beaker
glass 300 ml :1 buah
3.
Labu
ukur 100 ml :1 buah
4.
Beaker
glass 1000 ml :1 buah
5.
Bola
karet :1 buah
6.
Botol
semprot :1 buah
7.
Buret
50 ml :1 buah
8.
Corong
:1 buah
9.
Erlenmeyer
300 ml :4 buah
10.
Gelas
ukur 50 ml :1 buah
11.
Pipet
tetes :2 buah
12.
Pipet
volume 10 ml :2 buah
13.
Pipet
volume 20 ml :1 buah
14.
Spatula
:1 buah
15.
Statif
:1 buah
16.
Waterbath
:1 buah
2.2.
Bahan
1.
Ag2SO4 : Secukupnya
2.
Aquadest : 220 ml
3.
H2SO4
1 : 2 : 25 ml
4.
Larutan
Na2C2O4 0,025 N : 55
ml
5.
Larutan
KMnO4 0,025 N : 16,5 ml
6.
Sampel
air mineral
merek Liquo 8 : 1 botol (600 ml)
7.
Sampel air mineral merek Pristine :
1 botol (600 ml)
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1. Prosedur
Kerja Pembuatan Reagen pada Penetapan COD
1.
Ag2SO4
2.
H2SO4
1:2
Ambil 100 ml H2SO4
(p), diencerkan menjadi 300 ml dengan aquades.
3.
Larutan
Na2C2O4 0,025 N
Gr = N x BE x V
= 0,025 x 67 x 1
= 1,68 gr
Ditimbang dengan
teliti 1,68 gr Na2C2O4 dilarutkan menjadi 1
liter dengan aquades dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml, ditepatkan sampai
tanda garis, dan diaduk sampai homogen.
4.
Pembuatan
Larutan Standar KMnO4 0,025 N.
Ditimbang 0,79 gr
KMnO4, dilarutkan menjadi 1
liter dengan aquades, dididihkan selama 2 jam dan dibiarkan selama 1 malam,
kemudian ditentukan faktor larutan tersebut.
5.
Penentuan
faktor larutan KMnO4 selama 40-60 menit pada temperatur 150-200 oC,
didinginkan dalam desikator, setelah dingin dipipet 25 ml Na2C2O4
0,025 N, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml.
6.
Kemudian
ditambahkan 100 ml aquades dan 10 ml H2SO4 1:2 dan ditambahkan KMnO4 0,025 N
sekitar 20 ml, dibiarkan beberapa menit sampai hilang warnanya.
7.
Dipanaskan
pada temperatur 55-600 C dalam water bath selama beberapa menit. Dalam
keadaan panas dititrasi dengan KMnO4 sampai warna merah muda yang
tidak hilang selama 50 detik.
3.2. Prosedur Kerja Penetapan COD
3.2.1 Untuk Sampel
1.
Sampel Prestine dipipet sebanyak 20 ml ke dalam erlenmeyer 300 ml.
2.
Ditambahkan 50 ml aquades.
3.
Lalu ditambahkan 5 ml H2SO4
1 : 2.
4.
Kemudian ditambahkan sedikit Ag2SO4
kristal dan diaduk sampai rata.
5.
Lalu ditambahkan 10 ml KMnO4
0,025 N.
6.
Dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60 0C
– 70 0C selama 30 menit.
7.
Setelah itu, ditambahkan 10 ml Na2C2O4
0,025 N.
8.
Kemudian larutan dititrasi dengan KMnO4
0,025 N sampai berwarna merah muda.
9.
Dicatat volume KMnO4 yang
terpakai.
10. Percobaan diulang untuk sampel Liquo 8.
3.2.2 Untuk Blanko
1.
Aquadest dipipet 20 ml ke dalam erlenmeyer 300 ml.
2.
Ditambahkan 50 ml aquades.
3.
Lalu ditambahkan 5 ml H2SO4
1 : 2.
4.
Lalu ditambahkan 10 ml KMnO4
0,025 N.
5.
Dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60 0C
– 70 0C selama 30 menit.
6.
Setelah itu, ditambahkan 10 ml Na2C2O4
0,025 N.
7.
Kemudian larutan dititrasi dengan KMnO4
0,025 N sampai berwarna merah muda.
8.
Dicatat volume KMnO4 yang
terpakai.
3.3. Penentuan Faktor KmnO4
1.
Dipipet 25 ml Na2C2O4 0,025
N, kedalam erlenmeyer 300 ml.
2.
Ditambahkan 100 ml aquadest.
3.
Lalu
ditambahkan 10 ml H2SO4 1 : 2.
4.
Ditambahkan KmnO4 0,025 N 20
ml, biarkan sampai warnanya hilang.
5.
Dipanaskan di waterbath dengan suhu 55 oC
– 60 oC selama 30 menit.
6.
Kemudian dititrasi dengan KmnO4
sampai warna merah muda dan tidak hilang
selama 50 detik.
7.
Dan dicatat volume tittrasi yang
digunakan.
BAB
IV
GAMBAR RANGKAIAN
1. Sampel
(Prestine dan Liquo 8) dipipet sebanyak 20 ml.
2. Sampel
ditambahkan Aquadest sebanyak 50 ml.
3. Larutan
ditambahkan H2SO4
1:2 sebanyak 5 ml di ruang asam
4. Larutan di tambahkan sedikit Ag2SO4
5. KmnO4
0,025 N dipipet dan dimasukkan ke dalam Larutan dan diaduk.
6. Larutan dipanaskan
di water bath dengan suhu 60 oC-70oC selama 30 menit.
Gambar 7. Larutan ditambahkan Na2C2O4
0,025 Nsebanyak 10 ml.
Gambar 8. Larutan dititrasi dengan KmnO4
0,025 N sampai warna merah muda
BAB V
DATA PENGAMATAN
Tabel 5.1. Data
Untuk Sampel
No
|
Sampel
|
V Sampel (ml)
|
V Aquades (ml)
|
V H2SO4
1:2
(ml)
|
Ag2SO4
|
V. KMnO4 (ml)
|
V. Na2C2O4 (ml)
|
V. Titrasi KMnO4 (ml)
|
1
|
Air
mineral Pristine
|
20
|
50
|
5
|
Secukupnya
|
10
|
10
|
3,6
|
2
|
Air mineral Liquo 8
|
20
|
50
|
5
|
Secukupnya
|
10
|
10
|
3,6
|
Keterangan
:
1. Sampel + Aquades Larutan Tidak Berwarna
2. Larutan Tidak Berwarna + H2SO4 Larutan Tidak Berwarna
3. Larutan Tidak Berwarna + Ag2SO4 Larutan Keruh
4. Larutan Keruh + KMnO4 0,025 N Larutan Ungu
30 menit
5. Larutan Ungu Larutan Ungu
6. Larutan Ungu + Na2C2O4 Larutan Tak Berwarna
Titrasi
7. Larutan Tidak Berwarna Larutan Merah Muda
KMnO4
0,025 N
5.2. Data
untuk Blanko
No.
|
Sampel
|
V.
Sampel (ml)
|
V. H2SO4
1:2
(ml)
|
V. KmnO4
0,025 N (ml)
|
V. Na2C2O4 (ml)
|
V. Titrasi KMnO4 0,025 N
(ml)
|
1.
|
Aquadest
|
20
|
5
|
10
|
10
|
2,8
|
Keterangan
:
1. Aquadest + H2SO4 Larutan Tidak Berwarna
2. Larutan Tidak Berwarna + KmnO4 Larutan Ungu
30 menit
3. Larutan Ungu Larutan
Ungu
4. Larutan Ungu + Na2C2O4 Larutan tidak
berwarna
Titrasi
5. Larutan Tidak Berwarna Larutan
Merah Muda
KMnO4 0,025 N
5.2. Penentuan Faktor
No
|
V. Na2C2O4
0,025 N (ml)
|
V. Aquadest (ml)
|
V. H2SO4
1:2
(ml)
|
V. KMnO4 0,025 N
(ml)
|
V. Titrasi KMnO4
0,025 N
(ml)
|
1.
|
25
|
100
|
10
|
20
|
6,5
|
Keterangan
:
1. Larutan Na2C2O4
+ Aquadest Larutan Tidak Berwarna
2. Larutan Tidak Berwarna + H2SO4
Larutan Tidak Berwarna
30 menit
3. Larutan tidak Berwarna + KMnO4
0,025 N Larutan
Keruh
Dititrasi
4. Larutan Keruh Larutan Merah Muda
KMnO4 0,025 N
BAB VI
PENGOLAHAN DATA
6.1.
Perhitungan Faktor Larutan KmnO4
a = 1,68 gram
b = 99,8
X = 0,9 ml + 20 ml = 20,9 ml
f = 1,1973
6.2. Perhitungan kadar COD
6.2.1. Sampel Air Mineral
Pristine
a = 3,6 ml
b = 2,8 ml
f = 1,1973
V = 20 ml
COD (ppm) = (a-b)
x f x x 0,2
= (3,6 ml – 2,8 ml)
x 1,1973 x x 0,2
= 9,58 ppm
6.2.2.
Sampel Air Minum Kemasan Liquo 8
a = 3,6 ml
b = 2,8 ml
f = 1,1973
V = 20 ml
COD (ppm) = (a-b)
x f x x 0,2
= (3,6 ml – 2,8 ml)
x 1,1973 x x 0,2
= 9,58 ppm
6.3. Reaksi
1.
H2O +
H2SO4 HSO4- +
H3O+
(Air)
(asam
sulfat) (ion asam sulfat) (ion air)
2. 2H3O +
Ag2SO4
+ O2 2AgO +
H2SO4
+ 2 H2O
( ion air) (Perak
sulfat) (oksigen) (perak oksida) (asam sulfat) (air)
3. AgO + 3 H2SO4 +
2KMnO4
AgSO4
(Perak oksida) (asam sulfat) (kalium permanganat) (perak sulfat)
+ K2SO4 + 2MnSO4 +
3H2O +
O2
(Kalium sulfat) (mangan sulfat) (air)
(oksigen)
4. 3Na2C2O4 +
3H2SO4 3 NaSO4 + 3H2C2O4
(Natrium oksalat) (asam sulfat) (natrium
sulfat) (asam oksalat)
BAB
VII
KESIMPULAN
DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar COD dalam air mineral Pristine adalah 9,58 ppm.
2. Kadar COD dalam air mineral Liquo adalah
9,58 ppm.
3. Kadar COD dalam air minum kemasan semua merek sudah
memenuhi SNI karena sudah tidak dibawah 10 ppm.
4. Nilai
COD merupakan satu bilangan yang dapat menunjukkan banyaknya okesigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi bahan
organic menjadi CO2 dan air dengan perantara oksidan kuat
dalam suasana asam.
.
7.2. Saran
Dalam
melakukan praktikum diharapkan lebih berhati – hati dan teliti agar didapatkan
hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anto,T,S,Suherman, 2005 Pengolahan Limbah Bergerak Solusi Permasaahan Limbah Cair, UPT balai
Informasi Teknologi LIPI : Bandung.
Bambang, T , 1999; Mechanism
of Segragation In Binary Particicles System, Okayama University.
Herawati, Ninik, L, 1988; Mekanika Fluida Polytechnik education Development Centre : Bandung.
Moersidik, Rahma Widhiasari. 2015. Load Capacity Study Of Ciliwung
Watershed. Jakarta : University of Indonesia.
Linsley K, 1991; Teknik
Sumber Daya Air, Jakarta
: Penerbit Erlangga.
LAMPIRAN
Karakteristik Air
Sumber
: Pengantar Pengolahan Air, TL 4001
Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB.