Thursday, November 15, 2018

Proses pembuatan pupuk SP-36

PROSES PEMBUATAN PUPUK SP-36

            Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara BP dengan asam sulfat, bersifat tidak higroskopis dan larut dalam air sehingga cepat tersedia. Pupuk SP-36 pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara fosfor karena keunggulan yang dimilikinya, kandungan hara fosfor dalam bentuk tinggi yaitu sebesar 36%, unsur hara fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air, tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama.
           
            Meningkatnya perkembangan pertanian saat ini mulai bergerak kearah penggunaan pupuk yang ramah lingkungan sehingga mampu mengembalikan dan meningkatkan kemampuan tanah untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Dengan mengetahui proses pemupukan yang tepat, maka perlu dilakukan pengkajian penelitian tentang analisis bahan pupuk dari sumber Pupuk SP-36 dari berbagai produk di pasaran. Tanaman membutuhkan fosfor yang cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Fosfor memiliki peranan penting dalam tanaman,yaitu berperan dalam proses fotosintesis, respirasi, membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan serta berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel.
           
            Pupuk SP-36 itu sendiri mengandung 36% fosfor dalam bentuk dan dalam jumlah makro. Pupuk SP-36 berbentuk butiran dan berwarna abu-abu, juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu Kandungan hara fosfor dalam bentuk tinggi yaitu sebesar 36%.

Unsur hara fosfor yang terdapat dalam Pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air. Tidak bersifat higroskopis, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik.
Sifat, manfaat dan keunggulan pupuk SP-36 yaitu :
1.      Tidak higroskopis
2.      Mudah larut dalam air
3.      Memacu pertumbuhan akar yang baik
4.      Memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji
5.      Mempercepat panen
6.      Menambah daya tahan tanaman terhadap hama
   
http://image.slidesharecdn.com/processflowdiagrampg-130810211631-phpapp01/95/process-flow-diagram-pg-6-638.jpg?cb=1376169436
1.      Tujuan
Diagram alir proses pembuatan pupuk SP-36

2.      Bahan baku
Batuan fosfat

3.      Bahan tambahan
-          Asam fosfat ( H3PO4 )
-          Asam sulfat ( H2SO4 )

4.      Alat-alat utama pada proses
-          Ball mill
-          Cone mixer
-          Granulator
-          Dryer
-          Cooler

5.      Alat pendukung
-          Screening
-          Pompa
-          Dust cyclone
-          Dust filter

6.      Alat tranportasi
-          Elevator
-          Conveyor
-          Setting belt hood


7.      Uraian proses
a.       penghancuran
Batuan fosfat yang diperoleh di alam dihantarkan ke tempat penyimpanan mill feed bin yang kemudian dihantarkan melalui conveyor menuju ball mill guna untuk memperkecil ukuran batuan fosfat dan selanjutnya dengan bantuan dust cyclone bahan yang berasal dari ball mill akan disaring dengan dust filter yang bertujuan untuk membersihkan bahan dari bahan pengotor yang tidak diperlukan. Selanjutnya hasil proses dibawa ke unit scrubber dengan setting belt hood yang akhirnya diperoleh SP-36 curing.

b.      Cone mixer
Pada cone mixer bahan tambahan yang berupa asam fosfat dan asam sulfat akan dilakukan proses pengadukan. Selanjutnya kedua bahan yang diaduk tersebut akan dipompa ke cone mixer guna mencampurkannya dengan batuan fosfat yang telah menjadi dalam ukuran dust. Kemudian seluruh bahan pengotor yang tidak diperlukan ini akan discrubber dan kemudian akan dikumpulkan di scrubber sump dengan bantuan pompa. Sedangkan untuk bahan yang jadi dari pencampuran keseluruhan bahan untuk sementara yang disebut SP-36 curing.

c.       Screen/pengayakan
SP-36 curing ini tadi kemudian diangkut oleh elevator untuk menuju unit screen untuk mengayak bahan yang sesuai standar.

d.      Granulator
Hasil yang berasal dari screen kemudian dihantarkan dengan conveyor menuju alat granulator yang berfungsi untuk membuat produk berukuran dalam bentuk pellet.

e.       Dryer
Pada unit dryer berguna untuk memisahkan cairan yang ada (air) pada pellet yang telah diperoleh tadi dengan cara menguapkan air yang terkandung pada pellet tersebut. Setelah kandungan air telah seesuai dengan yang distandartkan selanjutnya pellet-pellet pupuk ini kembali di ayak untuk memperoleh ukuran yang sesuai. Untuk ukuran yang terlalu besar maupun yang terlalu halus selanjutnya akan dibawa kembali ke unit crusher dimana bahan ini semua akan dihancurkan kembali yang selanjutnya dibawa kembali ke unit granulator. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir produk yang tidak terpakai.

f.       Cooler
Produk yang ukurannya sesuai tadi selanjutnya akan dibawa ke unit cooler yang berguna untuk sebagai pendingin atau dengan kata lain berfungsi untuk mendinginkan bahan panas pada proses. menarik udara segar dari luar, kemudian menyaring dan mendinginkannya dengan menggunakan CEL PAD sebagai Filter. Sehingga debu dan udara panas dari dalam ruangan akan terdorong keluar. Dengan menggunakan sistem ini maka akan terjadi pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan, penurunan suhu dan peningkatan jumlah O2 dalam waktu yang sama.Kelebihannya adalah Temperatur udara masuk otomatis turun 5°C dari udara luar, 100% memakai air sebagai pendingin dan 100% memakai udara segar. Pellet-pellet yang berasal dari cooler ini kemudian diangkut dengan elevator menuju coater, di dalam coater ini pupuk akan terlindungi dari bahan pengotor maupun debu dan diperoleh produk pupuk SP-36 yang siap untuk didistribusikan.

g.      Scrubbing

Pada unit ini seluruh udara yang masih beracun dan berbahaya selama proses akan diolah sehingga yang dilepaskan udaranya sudah dalam keadaan bersih.

Wednesday, November 16, 2016

Laporan Chemical Oxygen Demand (COD)

Hasil gambar untuk ptki
POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
Laporan Praktikum Teknik Pengolahan Air dan Limbah
No Dokumen
No.Revisi
     Tanggalefektif :
             Halaman
FM-PM-02-04
00
16 Februari 2009
01 dari 01








LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGOLAHAN AIR DAN LIMBAH
Hasil gambar untuk ptki


Disusun Oleh :


Nama               : Aziz Rivaldi Nasution
NIM                : 14 01 006
Group/Kel       : A / 1
Jurusan            : Teknik Kimia
Asisten            : Juna Sihombing ST.





POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I.
MEDAN
2016








LEMBAR PENGESAHAN
MODUL PRAKTIKUM



PENETAPAN COD

Nama               : Aziz Rivaldi Nasution
Nim                 : 14 01 006
Group/Kel       :  A / I (satu)
Jurusan            : Teknik Kimia
Asisten            : Juna Sihombing ST.



                                                                                Medan, 3 November 2016
                                                            Asisten Lab.
                                                            Teknik Pengolahan Air dan Limbah


                                                                                              ( Juna Sihombing ST. )











KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak – Nya  laporan ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi nilai mata kuliah praktek pengolahan air dan limbah industri serta meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai materi “PENETAPAN COD” Ucapan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan dukungan dan bimbingannya sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kepada teman – teman yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
            Penulis sadar laporan ini masih jauh dari sempurna dan memilki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik  yang membangun dari pembaca untuk perbaikan laporan ini di masa depan. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca terutama saya selaku penulis.


Medan,   Oktober 2016

                                                                                                Penulis





DAFTAR ISI

                                                                                     Halaman

 LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii
        KATA PENGANTAR ...........................................................................      iii  
        DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
        DAFTAR TABEL....................................................................................... vi
        DAFTAR GAMBAR................................................................................... vii
        BAB I.  PENDAHULUAN .................................................................... .... 1
1.1.  Tujuan  Praktikum................................................................ .... 1
1.2.  Landasan Teori..................................................................... .... 1
1.2.1.      Jurnal ....................................................................... .... 1
1.2.2.      COD......................................................................... .... 17
1.2.2.1.     Metode Analisis COD................................ .... 18
1.2.2.2.     Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis
COD .......................................................... .... 19
1.2.3.      Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar
COD ........................................................................ .... 20
        BAB   II. ALAT DAN BAHAN.................................................................. 21
            2.1. Alat ................................................................................... .... 21
            2.2. Bahan................................................................................. .... 21
         BAB   III. PROSEDUR KERJA................................................................ 22
            3.1. Prosedur Kerja Pembuatan Reagen pada Penetapan
                   COD.................................................................................. .... 22
            3.2. Prosedur Kerja Penetapan COD........................................ .... 24
        BAB  IV. GAMBAR RANGKAIAN.................................................... .... 26
        BAB  V.  DATA PENGAMATAN........................................................ .... 28
        BAB  VI. PENGOLAHAN DATA........................................................ .... 31
...                     6.1. Perhitungan Kadar COD.................................................. .... 31
...                     6.2. Reaksi................................................................................ .... 32
        BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 33
           7.1. Kesimpulan......................................................................... .... 33
           7.2. Saran................................................................................... .... 33
        DAFTAR PUSTAKA
        LAMPIRAN


























DAFTAR TABEL

                                                                                      Halaman

Tabel 1.1 Pembagian Ruas di DAS Ciliwung yang Dipergunakan dalam                                              Perhitungan dengan  program QUAL2K .....................................  5
Tabel 1.2 Nilai Rataan Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai Ciliwung
                 2008 .............................................................................................   7
Tabel 1.3 Estimasi Distibusi Beban Pencemaran BOD di Sungai
                 Ciliwung ......................................................................................  9
Tabel 1.4 Estimasi Daya Tampung DAS Ciliwung .....................................  14
Tabel 5.1 Data Untuk Sampel ......................................................................  28
Tabel 5.2 Data Untuk Blanko ...................................................................... 29
Tabel 5.3 Data Untuk Penentuan Faktor......................................................   29

















DAFTAR GAMBAR
                                                                                                                                                                                                                                                                                     Halaman
Gambar 1. Lokasi tempat pengambilan sampel  ....................................       2
Gambar 2. Grafik Profil BOD di Sungai Ciliwung Hasil Analisis                                                       QUAL2Kw...........................................................................                          8
Gambar 3. Grafik Perubahan Debit Air di Sungai Ciliwung...................       11
Gambar 4. Grafik Profil Debit Sungai Ciliwung dari hasil Analisa
                  QUAL2Kw............................................................................       11
Gambar 5. Gambar Rangkaian................................................................        26
























BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Praktikum
1. Menanalisa kadar COD dalam sampel dengan penambahan larutan KMnO4 berlebih dalam suasana asam pada suhu 60 0C – 70 0C.
2. Memahami metode analisis kadar COD.
1.2. Landasan Teori
1.2.1. Load Capacity Study Of Ciliwung Watershed
           Pendahuluan
                      Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung memiliki fungsi sosial dan fungsi ekonomi. DAS Ciliwung yang melintasi wilayah Ibu Kota DKI Jakarta, adalah DAS urban yang memiliki arti strategis dalam konteks nasional, yang perlu dikelola secara khusus. Panjang sungai Ciliwung dari bagian hulu sampai muara di pesisir pantai Teluk Jakarta adalah  ± 117 km, dengan luas DAS Ciliwung sekitar 347 km2. DAS Ciliwung mencangkup areal mulai dari bagian hulu di Tugu Puncak (Kabupaten Bogor) sampai hilir di Teluk Jakarta (Jakarta Utara). Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dan pertambahan penduduk cukup tinggi. Perubahan penggunaan lahan, serta bertambahnya kawasan pemukiman di Ciliwung hulu, tengah dan hilir berimplikasi terhadap masuknya polutan ke DAS Ciliwung. Sumber pencemaran Sungai Ciliwung berasal dari limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, dan limbah peternakan.
Hasil pemantauan BPHD (2007) menyebutkan bahwa kualitas air Sungai Ciliwung  semakin tercemar pada bagian hilir yaitu berada pada kondisi kelas IV, artinya air Sungai Ciliwung hanya dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Hasil penelitian Fadly (2007) mengungkapkan bahwa kualitas air Sungai Ciliwung yang memasuki Kota Jakarta yaitu bagian hilir telah berada di atas baku mutu air sungai KepGub DKI Jakarta No.582 Tahun 1995, yang artinya telah tercemar. Keberagaman kegiatan di sepanjang DAS Ciliwung menimbulkan buangan limbah, yang berkontribusi terhadap peningkatan beban pencemaran di DAS Ciliwung. Badan air memiliki kemampuan untuk memulihkan diri dan melakukan pembersihan diri dalam batas-batas tertentu. Namun beban pencemaran yang terus meningkat dapat menurunkan kemampuan pemulihan diri sungai. kemudian berdampak pada penurunan kualitas air sungai. Kualitas air DAS Ciliwung semakin tercemar dan mengarah pada peningkatan beban pencemaran. Oleh karena itu, perlu diketahui informasi mengenai daya tampung beban pencemaran di DAS Ciliwung, yang kemudian menjadi dasar pengelolaan pengendalian pencemaran di DAS Ciliwung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya beban pencemaran di Sungai Ciliwung dan mengetahui besarnya daya tampung Sungai Ciliwung..
           Metode Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif. Perhitungan estimasi beban pencemaran dan daya tampung menggunakan metode Streeter Phelps (Program QUAL2Kw), menggunakan data primer berupa data kualitas air sungai (tahun 2004-2008), data hidrologi sungai dan data curah hujan. DAS Ciliwung diwakili stasiun pengamatan Atta’awun-Ancol, dibagi menjadi 14 ruas dan 6 segmen.

Segmentasi DAS Ciliwung FINAL-3
        Gambar 1. DAS Ciliwung dan Pembagian Segmen
Pengolahan dan Analisis Data
Beban pencemaran atau load (L) adalah konsentrasi bahan pencemar (C) dikalikan kapasitas aliran air atau debit air (Q) yang mengandung bahan pencemar.
L = C. Q………………….........................…….(1)
Menurut versi KEPMENLH No.110 Tahun 2003, tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air perhitungan kandungan oksigen, BOD adalah sebagai berikut:
……………………...…………. (2)
Dengan     CR = konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabung;
                 Ci = konsentrasi konstituen pada aliran ke-i; 
        Qi = laju alir aliran ke-i; 
        Mi = massa konstituen pada aliran ke-i.
Pemodelan QUAL2Kw mengaplikasikan proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegrasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi), Chapra (1997). Kemudian, dengan menyesuaikan kedalaman dan kecepatan aliran Sungai Ciliwung, maka tipe aerasi yang digunakan adalah persamaan O’Connor-Dobbins.
Reaeration Coefficient atau K2 dengan menggunakan persamaan O’Connor-Dobbins(K2): 
……………….……..(3)
Dengan : H = ketinggian air (m);  U*         =Kecepatan rata-rata (m/dtk), dihitung dengan menggunakan persamaan  yaitu:
U* = √gHS …………..…....…………..(4)
           Debit aliran (Q) dipertoleh dengan mengalikan kecepatan aliran (V) dengan luas penampang melintang (A):
  ………………........……..….(5)
           Dengan : Q = debit (m3/dt);
                           A = luas penampang basah (m2);
                           V = kecepatan aliran (m/dt).
Kecepatan aliran (V) yang diperoleh biasanya bukan kecepatan aliran rata-rata,tetapi kecepatan aliran maksimum dalam sungai, maka kecepatan yang mendekati keadaan sesungguhnya arus dikalikan dengan angka tetapan (konstanta). Konstanta dimaksud adalah 0,75 untuk keadaan dasar sungai yang kasar atau 0,85 untuk keadaan dasar sungai yang lebih halus. Menurut Hewlett (Asdak, 2004) debit sesungguhnya adalah 20-25% dari debit hasil perhitungan dengan persamaan (2.7). Bentuk persamaan Manning (Asdak, 2004) adalah untuk memperoleh angka kecepatan pada saluran terbuka, yakni:
……………………(6)
           Dimana: V = kecepatan aliran (m/dt),
                           r  = jari-jari hidrolik (m);
                           s = kemiringan permukaan air,
                           n = angka koefisien kekasaran Manning.

           Hasil Analisis dan Pembahasan
           Estimasi Daya Tampung Beban Pencemaran
Perhitungan estimasi beban pencemar menggunakan metode Streeter-Phelps dengan program QUAL2Kw. Penggunaan program QUAL2Kw dapat mengestimasi nilai beban pencemaran pada tiap ruas sungai. Pemodelan dengan menggunakan software QUAL2Kw terlebih dahulu dilakukan pembagian ruas (reach), jarak dan batas sungai. Gambar sketsa Sungai Ciliwung dan pembagian ruas dapat dilihat pada Gambar 5.4. Pada Gambar 5.4 menunjukkan bahwa Sungai Ciliwung dari hulu hingga hilir terbagi menjadi 14 ruas (reach), dan 6 segmen sesuai dengan wilayah administrasinya.

Tabel 1. Pembagian Ruas di DAS Ciliwung yang Dipergunakan dalam             Perhitungan dengan  program QUAL2Kw
Tabel. 1 adalah pembagian reach di Sungai Ciliwung. Dalam penelitian ini, aliran sungai Ciliwung yang akan dihitung beban pencemarannya adalah mulai dari Atta’awun yang diasumsikan sebagai hulu Sungai Ciliwung, sampai dengan hilir di stasiun pengamatan Ancol. Kemudian, berdasarkan pembagian ruas di atas dibuatlah gambar sketsa Sungai Ciliwung dan pembagian ruas. Sketsa sungai ini sekaligus mendeskripsikan point source dan non point source yang berpotensi memasukan beban di tiap ruas sungai. Berdasarkan batasan wilayah lokasi pemantauan kualitas air sungai, maka peneliti menetapkan pembagian segmen di DAS Ciliwung, sesuai dengan batas administrasi pemerintahan sepanjang aliran Sungai Ciliwung.

DAS Ciliwung terbagi menjadi 6 segmen berdasar kajian KLH. Segmen 1 merupakan daerah hulu Sungai Ciliwung, sedangkan segmen 2, segmen 3, dan segmen 4 adalah bagian tengah Sungai Ciliwung, serta segmen 5 dan segmen 6 adalah bagian hilir Sungai Ciliwung. Peneliti mengacu pada hasil penelitian KLH dalam pembagian segmen berdasarkan wilayah administrasi.

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi point source dan non point source. Berdasarkan pembagian ruas tersebut di atas, peneliti mengidentifikasi point source yang memasuki Sungai Ciliwung. Dimulai dari bagian hulu, peneliti mengidentifikasi apakah terdapat industri yang membuang limbah ke Sungai Ciliwung, yang berada di ruas Atta’awun hingga Cisampai. Identifikasi point source juga dilakukan pada ruas Cisampai-Cisarua. Demikian seterusnya hingga ruas ke-14. Sumber pencemaran dari point source adalah sumber titik yang menunjukan buangan polutan yang ditimbulkan oleh sumber spesifik, atau lokasi tertentu.

Peneliti menelusuri data point source dari hulu (data diperoleh dari BPLHD Jawa Barat) dan hilir (data diperoleh dari BPLHD DKI Jakarta). Dalam perhitungan menggunakan Program QUAL2Kw dimasukan pula data kualitas air Sungai Ciliwung, data kualitas air sungai yang digunakan adalah data hasil pemantauan tahun 2008. Data tersebut bersumber dari BPLHD Provinsi Jawa Barat, BPLHD Provinsi DKI Jakarta,  serta dari Asdep Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) KLH. Parameter kualitas air yang dimasukkan ke dalam program adalah temperatur, pH, konduktivitas, TSS, BOD, COD dan DO.Perhitungan data dengan menggunakan QUAL2Kw mempergunakan data rata-rata (mean), data hasil pengamatan maksimun dan data hasil pengamatan minimum. Tabel 2. adalah  data rata-rata beberapa parameter kualitas air, di 15 stasiun pengamatan pada pemantauan tahun 2008.
    
Tabel. 2 Nilai Rataan Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai Ciliwung             2008
Setelah tahap pengisian data diselesaikan, program QUAL2Kw akan dapat dijalankan. Selanjutnya, secara otomatis akan membuat lembar kerja (work sheet) WQOutput, yang merupakan hasil output secara teks atau angka. Selain hasil perhitungan berupa angka, program QUAL2Kw juga menampilkan grafik sebagai output program. Setelah semua data diinput ke dalam program QUAL2Kw dan dilakukan simulasi dengan point source dan nonpoint source, hasilnya adalah kualitas sungai Ciliwung berdasarkan pendekatan model untuk parameter BOD. Dalam penelitian ini, program QUAL2Kw digunakan permodelan untuk mensimulasikan kadar BOD di sepanjang Sungai Ciliwung, sehingga dapat diketahui beban pencemaran di tiap segmen. Penggunaan pemodelan adalah untuk menyederhanakan suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada penelitian ini, permodelan dengan menggunakan Program QUAL2Kw digunakan untuk mengetahui kondisi BOD sepanjang  sungai. Dengan demikian, dapat dilakukan tindakan selanjutnya, seperti kebijakan IPAL industri yang ada di sepanjang sungai, yang hanya diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu, atau pun kebijakan jumlah industri di suatu lokasi.





    







Gambar 2. Grafik Profil BOD di Sungai Ciliwung Hasil Analisis                                    QUAL2Kw
Gambar 2. adalah hasil permodelan profil BOD dari hulu hingga hilir dengan Program QUAL2Kw. Berdasarkan hasil grafik pada Gambar 2 menunjukan bahwa BOD model dan BOD hasil pemantauan memiliki pola grafik yang sama, yakni konsentrasi BOD semakin tinggi di hilir sungai (kilometer 0). Dari hasil grafik dapat dilihat bahwa peningkatan BOD terjadi semakin menuju ke hilir sungai, peningkatan konsentrasi BOD terjadi dimulai pada kilometer 55, yakni sekitar ruas Pondok Rajeg-Jembatan Panus. Ruas Pondok Rajeg-Jembatan Panus berada di bagian tengah DAS, di lokasi tersebut terdapat beberapa industri yang potensial memasukan beban limbah cair ke Sungai Ciliwung, diantaranya adalah industri tekstil, keramik dan terdapat pula rumah sakit (RS Cibinong).  Konsentrasi BOD ini terus meningkat hingga hilir sungai, yakni ruas PIK-Ancol. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya beban pencemar yang kemudian terakumulasi di titik tersebut. Berdasarkan observasi lapangan, aliran air di PIK-Ancol relatif diam, debit air sangat kecil, bahkan mendekati nol. Konsentrasi oksigen terlarut yang sangat minim mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob. Peneliti berpendapat di ruas PIK-Ancol, dimana konsentrasi BOD yang tinggi serta debit air yang mendekati nol, serta rendahnya konsentrasi DO, mengakibatkan beban pencemar terakumulasi di titik tersebut.
Tabel 3. Estimasi Distibusi Beban Pencemaran BOD di Sungai                         Ciliwung
Berdasarkan nilai estimasi beban pencemaran pada Tabel 3 dapat diketahui perkiraan beban pencemar terbesar adalah di segmen 5 dan segmen 6 (DKI Jakarta), yakni mencapai 16.772,14 Kg/jam dan 20.674,66 Kg/jam. Nilai estimasi beban pencemaran di atas dapat dimanfaatkan sebagai acuan masing-masing wilayah administrasi dalam pengendalian beban pencemaran.
Gambar  3. Profil Oksigen terlarut di Sungai Ciliwung Hasil Analisis                              QUAL2Kw
Keberadaan beban pencemar di perairan dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut di perairan. Jika ketersediaan oksigen terlarut tinggi di peraian maka dapat mendukung proses swa purifikasi (self purification). Self Purification adalah kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar. Keberadaan oksigen terlarut di perairan dibutuhkan oleh bakteri di perairan untuk  melakukan proses dekomposisi bahan organik. Namun, jika oksigen terlarut konsentrasinya rendah atau bahkan nol maka proses dekomposisi yang terjadi adalah proses respirasi anaerob. Peningkatan BOD terjadi seiring dengan penurunan konsentrasi oksigen. Konsentrasi oksigen terlarut mencapai titik minimum dan sering terjadi dekomposisi secara anaerob pada pada perairan berlumpur yang menimbulkan bau mengganggu. Gambar 3 adalah gambaran konsentrasi oksigen terlarut di sepanjang Sungai Ciliwung. Berdasarkan hasil Gambar 3 menunjukan bahwa DO di bagian hilir mendekati nol.

Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya beban pencemar yang kemudian terakumulasi di titik tersebut, sehingga oksigen terlarut diperairan tersebut terus-menerus digunakan untuk proses dekomposisi, hingga konsentrasi DO menurun drastis. Peningkatan BOD terjadi seiring dengan penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Pada Gambar 2, mendeskripsikan profil BOD di Sungai Ciliwung), peningkatan BOD terjadi di kilometer 55. Kemudian, pada Gambar 5.6. dapat dilihat penurunan konsentrasi oksigen terjadi dimulai pada kilometer 50, yakni sekitar ruas Pondok Rajeg-Jembatan Panus. Konsentrasi DO ini terus menurun hingga hilir sungai , yakni ruas PIK-Ancol, dimana DO minimal hampir 0 mg/l. Sementara, konsentrasi DO saturasi pada Gambar 3 adalah menunjukkan korelasi DO dengan temperatur.


 







Gambar 4. Grafik Perubahan Debit Air di Sungai Ciliwung
Gambar 4 adalah grafik yang menunjukan hasil pemantauan debit Sungai Ciliwung di stasiun pengamatan Ratujaya (Depok) dan di stasiun pengamatan Katulampa. Pada grafik di atas menunjukkan bahwa, debit di stasiun pengamatan Katulampa relatif lebih tinggi dibandingkan di stasiun pengamatan Depok. Debit air di stasiun pengamatan Katulampa berkisar antara 0,71-14,52 m3/detik. Sedangkan debit air di stasiun pengamatan Depok berkisar antara 0,72-12,13 m3/detik. Pada kedua stasiun pengamatan, debit air rendah pada bulan Juni hingga Oktober, hal ini dapat dikarenakan faktor musim kemarau.







Gambar 5 Grafik Profil Debit Sungai Ciliwung dari hasil Analisa
                 QUAL2Kw
Gambar 5 adalah grafik profil debit di Sungai Ciliwung berdasarkan hasil analisa QUAL2Kw, yang menunjukkan rendahnya debit air pada bagian hilir. Debit air semakin menuju ke hilir semakin rendah, di bagian hilir sungai, nilai debit 0,30 m3/detik. Kecilnya nilai debit di beberapa ruas yang merupakan wilayah DKI Jakarta, dapat dikarenakan karena faktor limbah padat (sampah) yang terdapat di hilir  Sungai Ciliwung.
Berdasarkan pemantauan lapangan, Sungai Ciliwung di daerah Manggarai, Gunung Sahari dan PIK, volume sampah meningkat yang mengakibatkan aliran air melambat atau bahkan berhenti. Oleh karena itu debit air di wilayah tersebut nilainya 0,30 m3/detik. Selain itu di bagian hilir, sedimen dari hulu yang terbawa aliran air akan terakumulasi di bagian hilir sehingga memperlambat aliran air. Di sisi lain, angka curah hujan di bagian hilir (DKI Jakarta) relatif lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan di bagian hulu (Kabupaten Bogor). Faktor-faktor tersebut adalah beberapa penyebab rendahnya nilai debit air di bagian hilir.
Rendahnya nilai debit di hilir, mengakibatkan besarnya beban pencemaran di hilir, hal ini dapat dilihat pada profil BOD Sungai Ciliwung (Gambar 2.) Berdasarkan hasil penelitian Irianto (2002), terdapat korelasi yang signifikan antara kadar BOD, COD dan debit sungai. Nilai debit air ini berkorelasi dengan beban pencemaran (BOD, COD) dan berperan dalam pengenceran beban pencemar. Oleh karena itu nilai beban pencemaran di hilir DAS Ciliwung semakin tinggi, kemudian hasil analisa QUAL2Kw pun menunjukkan debit air di hilir pun semakin rendah. Salah satu penyebab besarnya nilai beban pencemaran di bagian hilir adalah rendahnya nilai debit air di bagian hilir. Nilai debit air mengintepretasikan kecepatan aliran air per luas penampang sungai. Dengan demikian jika kecepan air tinggi maka nilai debit air pun tinggi, kemudian aliran air ini berperan dalam sirkulasi oksigen terlarut di perairan. Tingginya konsentrasi BOD di bagian hilir yang tidak diimbangi suplai oksigen terlarut di perairan dapat mengakibatkan tingginya beban pencemaran dan terjadi proses respirasi anaerob.
Berkaitan dengan debit air Sungai Ciliwung, salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya debit air adalah faktor curah hujan. Curah hujan adalah salah satu parameter meteorologi yang sangat mencolok fluktuasinya. Angka curah hujan merepresentasikan intensitas hujan, yakni besaran curah hujan dalam skala waktu jam/harian/bulanan/tahunan, yang bervariasi secara spasial/ ruang atau berfluktuatif. Berdasarkan Tabel 4.5 terdapat luasan 16105.94 hektar dari DAS Ciliwung yang memiliki curah hujan 13,6 - 20,55 mm/hari. Curah hujan yang tinggi berkontribusi terhadap meningkatnya kadar oksigen terlarut di dalam air, yang kemudian mendukung daya purifikasi di badan air.
Dari hasil simulasi QUAL2Kw, perhitungan beban pencemaran dengan simulasi model parameter BOD diperoleh beban pencemaran tertinggi berada di segmen 6 (Manggarai-Ancol) yakni sebesar 20.674,66 kg/jam, sedangkan di segmen 5 (Kelapa Dua-Manggarai) sebesar 16.772, 14 kg/jam. Beban pencemaran Sungai Ciliwung, dari hulu ke hilir meningkat signifikan di bagian hilir yakni di wilayah DKI Jakarta. Kemudian, pada profil DO di hilir sungai Ciliwung memperlihatkan bahwa DO di hilir sangatlah rendah, bahkan mendekati nol, sehingga kurang mendukung daya purifikasi di hilir sungai.
Estimasi Daya Tampung Beban Pencemaran
Pada sub bab ini akan dikaji estimasi daya tampung pada masing-masing segmen. Pendekatan model untuk parameter BOD, dapat pula digunakan untuk mendapatkan  estimasi nilai daya tampung beban pencemaran untuk pengelolaan DAS Ciliwung. Berdasarkan  Keputusan KNLH No. 110 Tahun 2003, tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air, bahwa  QUAL2E adalah salah satu program yang dapat menghitung daya tampung beban pencemaran, program QUAL2Kw yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah turunan yang diperbarui (upgrade) dari program QUAL2E. Dalam penentuan daya tampung menggunakan program QUAL2Kw, terlebih dahulu peneliti menentukan target kelas masing-masing segmen. Kemudian, ketika melakukan simulasi, beban pencemar yang sebenarnya diturunkan hingga mencapai konsentrasi BOD sesuai dengan target baku mutu masing-masing segmen. Ketika konsentrasi BOD yang disimulasi telah sesuai dengan BOD target maka dapat ditentukan nilai daya tampung, yang dapat menjadi target pengelolaan pada masing-masing segmen.  Penggunaan baku mutu adalah sesuai dengan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air. Dalam penentuan daya tampung ini ditargetkan Sungai Ciliwung untuk segmen 1 adalah kelas I, segmen 2, 3 dan 4 adalah kelas II, serta segmen 5 dan segmen 6 adalah kelas III, maka dapat dibandingkan kualitas air Sungai Ciliwung menurut kelas sasaran parameter BOD.
Tabel. 4 Estimasi Daya Tampung DAS Ciliwung
Tabel. 4 adalah nilai estimasi daya tampung beban pencemaran di Sungai Ciliwung, berdasarkan pendekatan parameter BOD dengan mempergunakan Program QUAL2Kw. Setelah dilakukan simulasi dengan mengurangi beban pencemaran BOD pada semua sumber point source dan non point source, sehingga BOD model mendekati BOD pada WQdata. Konsentrasi BOD pada WQdata adalah nilai konsentrasi BOD yang diinput sesuai dengan baku mutu nilai konsentrasi BOD pada masing-masing kelas.. Nilai daya tampung segmen 1 hingga segmen 6 berkisar antara 350,58-2.318.23kg/jam.


 









Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi BOD dengan Baku Mutu Kelas                          II, III dan IV
Hasil perhitungan konsentrasi BOD berdasarkan metode neraca massa, dengan program QUAL2Kw, menunjukkan bahwa BOD di segmen 1 hingga segmen 6 telah jauh melampaui baku mutu kelas 1 dan kelas 2, artinya keenam segmen tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas I dan kelas II. Pada baku mutu kelas III, segmen 1 dan segmen 2 masih memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas III, pada ruas Kedung Halang-Pondok Rajeg (segmen 3), telah melampaui daya tampung untuk baku mutu kelas III. Jadi,  segmen 3 hingga segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas III. Jika konsentrasi BOD dibandingkan dengan baku mutu kelas IV, segmen 1 hingga segmen 5 masih memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Pada ruas Kwitang-Ancol (segmen 6), telah melampaui daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Jadi, segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV, ini dapat dilihat pada Gambar 6. Daya tampung di segmen 6, sebesar 2.318.23kg/jam telah jauh melampaui beban pencemar di segmen tersebut.
Daya tampung beban pencemaran dipergunakan untuk pemberian ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penataan ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Beban pencemaran tertinggi adalah di segmen 5 dan segmen 6, yang telah melampaui jauh dari nilai daya tampungnya. Sesuai dengan pembagian wilayah administrasi, pengendalian beban pencemaran di segmen 5 dan segmen 6 adalah tanggung jawab Provinsi DKI Jakarta. .



 







Gambar 7. Profil Konsentrasi BOD dan DO di DAS Ciliwung
Konsentrasi DO dan BOD yang dibandingkan pada Gambar 5.12 adalah konsentrasi BOD hasil analisis neraca massa dengan perangkat lunak QUAL2Kw. Kenaikan konsentrasi BOD mulai terjadi pada ruas Sempur-Kedunghalang (Km. 73), yakni konsentrasi BOD sebesar 7,29 mg/l. Peningkatan konsentrasi BOD terus berlangsung dari segmen 3 hingga segmen 6, dan konsentrasi BOD tertinggi adalah di segmen 6. Sedangkan konsentrasi DO tertinggi adalah pada segmen 1, khususnya di ruas Atta’awun-Cisampai (Km.86), konsentrasi DO mencapai 9,78-9,66 mg/l. Konsentrasi DO menurun pada ruas Kelapa Dua-Condet (Km.44), konsentrasi DO di ruas tersebut adalah yakni 4,73-4,09 mg/l. Konsentrasi DO terus menurun hingga ruas PIK-Ancol 3,36-3,24 mg/l. Rendahnya konsentrasi DO di segmen 6 menunjukkan bahwa daya purifikasi di segmen 6 pun menurun, daya purifikasi di segmen 6 dapat dikatakan terendah dibandingkan daya purifikasi di segmen 1 hingga segmen 4. Hal ini mendukung hasil analisis sebelumnya bahwa segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV
Kesimpulan
DAS Ciliwung semakin ke hilir beban pencemarnya semakin tinggi. Dari hasil perhitungan beban pencemaran BOD, diperoleh beban pencemaran tertinggi berada di segmen 6 (Manggarai-Ancol) yakni sebesar 20.674,66 kg/jam. Beban pencemaran DAS Ciliwung, dari hulu ke hilir meningkat signifikan di bagian hilir yakni di wilayah DKI Jakarta, dengan nilai beban pencemaran 1.724, 11 – 20.674,66 kg/jam. Dari hasil perhitungan daya tampung beban pencemaran BOD, didapatkan bahwa, segmen 1 hingga segmen 5 masih memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV, namun segmen 6 sudah tidak memiliki daya tampung untuk baku mutu kelas IV. Nilai daya tampung yang segmen 1-segmen 6, berkisar antara 350.58-2318,23 kg/jam.

1.2.2. COD
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen, yaitu oksidasi secara kimiawi dengan menggunakan kalium bikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. COD umumnya lebih besar dari BOD, karna jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologis.
COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksdasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987). COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O72- + H + → CO2 + H2O + Cr 3+

1.2.2.1. MetodeAnalisa COD
Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis. Pada penetapan COD jenis titrasi yang digunakan adalah Titrasi Permanganometri. Titrasi permanganometri merupakan titrasi redoks yang menggunakan larutan standart larutan Kalium Permanganat (KmnO4). Kalium permanganat merupakan oksidator yang mudah diperoleh, murah dan tidak memerlikan indikator (autoredoks) untuk menunjukkan perubahan warna yang terjadi. Larutan kalium Permanganat merupakan larutan standart sekunder karena larutan tersebut mudah terurau oleh cahaya, temperatur tinggi dan asam atau basa. Oleh karena itu, Kalium permanganat harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia. KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm.

1.2.2.2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis COD
KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm.

1.2.3.  Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media. Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh permukaan genting.
Permukaan media bertindak sebagai pendukung mikroorganisme yang memetabolisme bahan organik dalam limbah. Penyaring harus mempunyai media sekecil mungkin untuk meningkatkan luas permukaan dalam penyaring dan organisme aktif yang akan terdapat dalam volume penyaring akan tetapi media harus cukup besar untuk memberi ruang kososng yang cukup untuk cairan dan udara mengalir dan tetap tidak tersumbat oleh pertumbuhan mikroba. Media berukuran besar seperti genting (tanah liat kering) berukuran 2-4 in akan berfungsi secara maksimal. Media yang digunakan berupa genting dikarenakan lahan diatas permukaan genting cenderung berongga dibanding media lain yang biasa mensuplai udara dan sinar matahari lebih banyak daripada media lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba pada genting. Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat menurunkan sampai 60% dikerenakan :
a.    Aliran air yang kurang merata pada seluruh permukaan genting karena nozzle yang digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
b.    Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, SS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk.
                                                     






BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1. Alat
1.             Batang pengaduk                                       :1 buah
2.             Beaker glass 300 ml                                    :1 buah
3.             Labu ukur 100 ml                                       :1 buah
4.             Beaker glass 1000 ml                                  :1 buah
5.             Bola karet                                                   :1 buah
6.             Botol semprot                                             :1 buah
7.             Buret 50 ml                                                 :1 buah
8.             Corong                                                        :1 buah
9.             Erlenmeyer 300 ml                                     :4 buah
10.         Gelas ukur 50 ml                                        :1 buah
11.         Pipet tetes                                                   :2 buah
12.         Pipet volume 10 ml                                     :2 buah
13.         Pipet volume 20 ml                                     :1 buah
14.         Spatula                                                        :1 buah
15.         Statif                                                           :1 buah
16.         Waterbath                                                   :1 buah

2.2. Bahan                 
1.             Ag2SO4                                           : Secukupnya
2.             Aquadest                                        : 220 ml
3.             H2SO4 1 : 2                                     : 25 ml
4.             Larutan Na2C2O4 0,025 N              : 55 ml
5.             Larutan KMnO4 0,025 N               : 16,5 ml
6.             Sampel air mineral merek Liquo 8  : 1 botol (600 ml)
7.             Sampel air mineral merek Pristine  : 1 botol (600 ml)

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1.    Prosedur Kerja Pembuatan Reagen pada Penetapan COD
1.             Ag2SO4
2.             H2SO4  1:2
Ambil 100 ml H2SO4 (p), diencerkan menjadi 300 ml dengan aquades.
3.             Larutan Na2C2O4 0,025 N
Gr = N x BE x V
= 0,025 x 67 x 1
= 1,68 gr
Ditimbang dengan teliti 1,68 gr Na2C2O4 dilarutkan menjadi 1 liter dengan aquades dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml, ditepatkan sampai tanda garis, dan diaduk sampai homogen.
4.             Pembuatan Larutan Standar KMnO4 0,025 N.
Ditimbang 0,79 gr KMnO4,  dilarutkan menjadi 1 liter dengan aquades, dididihkan selama 2 jam dan dibiarkan selama 1 malam, kemudian ditentukan faktor larutan tersebut.
5.             Penentuan faktor larutan KMnO4 selama 40-60 menit pada temperatur 150-200 oC, didinginkan dalam desikator, setelah dingin dipipet 25 ml Na2C2O4 0,025 N, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 ml.
6.             Kemudian ditambahkan 100 ml aquades dan 10 ml H2SO4  1:2 dan ditambahkan KMnO4 0,025 N sekitar 20 ml, dibiarkan beberapa menit sampai hilang warnanya.
7.             Dipanaskan pada temperatur 55-600 C dalam water bath selama beberapa menit. Dalam keadaan panas dititrasi dengan KMnO4 sampai warna merah muda yang tidak hilang selama 50 detik.




3.2.      Prosedur Kerja Penetapan COD
3.2.1 Untuk Sampel
1.        Sampel Prestine dipipet sebanyak 20 ml ke dalam erlenmeyer 300 ml.
2.        Ditambahkan 50 ml aquades.
3.        Lalu ditambahkan 5 ml H2SO4 1 : 2.
4.        Kemudian ditambahkan sedikit Ag2SO4 kristal dan diaduk sampai rata.
5.        Lalu ditambahkan 10 ml KMnO4 0,025 N.
6.        Dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60 0C – 70 0C selama 30 menit.
7.        Setelah itu, ditambahkan 10 ml Na2C2O4 0,025 N.
8.        Kemudian larutan dititrasi dengan KMnO4 0,025 N sampai berwarna merah muda.
9.        Dicatat volume KMnO4 yang terpakai.
10.    Percobaan diulang untuk sampel Liquo 8.
          3.2.2 Untuk Blanko
1.        Aquadest dipipet 20 ml ke dalam erlenmeyer 300 ml.
2.        Ditambahkan 50 ml aquades.
3.        Lalu ditambahkan 5 ml H2SO4 1 : 2.
4.        Lalu ditambahkan 10 ml KMnO4 0,025 N.
5.        Dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60 0C – 70 0C selama 30 menit.
6.        Setelah itu, ditambahkan 10 ml Na2C2O4 0,025 N.
7.        Kemudian larutan dititrasi dengan KMnO4 0,025 N sampai berwarna merah muda.
8.        Dicatat volume KMnO4 yang terpakai.

3.3.    Penentuan Faktor KmnO4
1.        Dipipet 25 ml Na2C2O4  0,025  N,  kedalam  erlenmeyer 300 ml.
2.        Ditambahkan  100 ml aquadest.
3.        Lalu  ditambahkan 10 ml H2SO4 1 : 2.
4.        Ditambahkan KmnO4 0,025 N 20 ml, biarkan sampai warnanya hilang.
5.        Dipanaskan di waterbath dengan suhu 55 oC – 60 oC selama 30 menit.
6.        Kemudian dititrasi dengan KmnO4 sampai warna merah muda dan tidak hilang selama 50 detik.
7.        Dan dicatat volume tittrasi yang digunakan.
























BAB IV
GAMBAR RANGKAIAN

            1. Sampel (Prestine dan Liquo 8) dipipet sebanyak 20 ml.
2. Sampel ditambahkan Aquadest sebanyak 50 ml.
3. Larutan  ditambahkan H2SO4 1:2 sebanyak 5 ml di ruang asam
Description: IMG20151020091224.jpg


4. Larutan di tambahkan sedikit Ag2SO4
5. KmnO4 0,025 N dipipet dan dimasukkan ke dalam Larutan dan diaduk.

Description: D:\IMG20161020161851.jpg
6. Larutan dipanaskan di water bath dengan suhu 60 oC-70oC selama 30 menit.
Description: IMG20151020093430.jpg


Gambar 7. Larutan ditambahkan Na2C2O4 0,025 Nsebanyak 10 ml.
Description: IMG20151020095848.jpg


Gambar 8. Larutan dititrasi dengan KmnO4 0,025 N sampai warna merah muda




BAB V
DATA PENGAMATAN

Tabel 5.1. Data Untuk Sampel
No
Sampel
V Sampel (ml)
V Aquades (ml)
V H2SO4
1:2
(ml)
Ag2SO4
V. KMnO4 (ml)
V. Na2C2O4 (ml)
V. Titrasi KMnO4 (ml)
1
Air mineral Pristine
20
50
5
Secukupnya
10
10
3,6
2
Air mineral Liquo 8
20
50
5
Secukupnya
10
10
3,6

Keterangan :
1.      Sampel  + Aquades                  Larutan Tidak Berwarna
2.      Larutan Tidak Berwarna + H2SO4                 Larutan Tidak Berwarna
3.      Larutan Tidak Berwarna + Ag2SO4                Larutan Keruh
4.      Larutan  Keruh + KMnO4 0,025 N                   Larutan Ungu   

     30 menit
5.      Larutan Ungu                                   Larutan Ungu


6.      Larutan Ungu + Na2C2O4                        Larutan Tak Berwarna

                                                Titrasi
7.      Larutan Tidak Berwarna                                    Larutan Merah Muda
    KMnO4 0,025 N


5.2. Data untuk Blanko
No.

Sampel
V.
Sampel (ml)
V. H2SO4
1:2
(ml)
V. KmnO4
0,025 N  (ml)

V. Na2C2O(ml)

V. Titrasi KMnO4 0,025 N
(ml)
1.
Aquadest
20
5
10
10
2,8

Keterangan :
1.      Aquadest  + H2SO4                   Larutan Tidak Berwarna
2.      Larutan Tidak Berwarna + KmnO4                     Larutan Ungu

30 menit
3.      Larutan Ungu                                     Larutan Ungu

4.      Larutan Ungu +  Na2C2O4                   Larutan tidak berwarna
   
         Titrasi
5.      Larutan Tidak Berwarna                                    Larutan Merah Muda
KMnO4 0,025 N

5.2.  Penentuan Faktor
No
V. Na2C2O4
0,025 N  (ml)

V. Aquadest (ml)
V. H2SO4
1:2
(ml)
V. KMnO4 0,025 N
(ml)
V. Titrasi KMnO4
0,025 N
(ml)
1.
25
100
10
20
6,5

Keterangan :
1.      Larutan Na2C2O4 + Aquadest                       Larutan Tidak Berwarna
2.      Larutan Tidak Berwarna +  H2SO4                    Larutan Tidak Berwarna

30 menit
3.      Larutan tidak Berwarna + KMnO4 0,025 N                     Larutan Keruh

Dititrasi
4.      Larutan Keruh                                 Larutan Merah Muda
KMnO4 0,025 N
     





































BAB VI
PENGOLAHAN DATA

6.1.            Perhitungan Faktor Larutan KmnO4
a = 1,68 gram
b = 99,8
X = 0,9 ml + 20 ml = 20,9 ml
     f = a x x x
     f = 1,68 x   x
     f = 1,1973

6.2.      Perhitungan kadar COD
     6.2.1. Sampel Air Mineral Pristine
a = 3,6 ml
b = 2,8 ml
f  = 1,1973
V = 20 ml
     COD (ppm)  =  (a-b) x f x x 0,2
=  (3,6 ml – 2,8 ml) x 1,1973  x  x 0,2
=   9,58 ppm

6.2.2. Sampel Air  Minum Kemasan Liquo 8
a = 3,6 ml
b = 2,8 ml
f  = 1,1973
V = 20 ml
     COD (ppm)  =  (a-b) x f x x 0,2
=  (3,6 ml – 2,8 ml) x 1,1973  x  x 0,2
=   9,58 ppm

6.3.      Reaksi

1.    H2O    +    H2SO4                                     HSO4-        +        H3O+
    (Air)       (asam sulfat)                    (ion asam sulfat)        (ion air)

2.    2H3O   +     Ag2SO4    +   O2                      2AgO     +    H2SO4     +   2 H2O
  ( ion air)    (Perak sulfat)   (oksigen)   (perak oksida)    (asam sulfat)  (air)

3.       AgO          +    3 H2SO4     +     2KMnO4                                    AgSO4         
   (Perak oksida)   (asam sulfat)   (kalium permanganat)         (perak sulfat)

        +    K2SO4           +          2MnSO4      +         3H2O       +            O2
         (Kalium sulfat)    (mangan sulfat)             (air)            (oksigen)

4.    3Na2C2O4        +       3H2SO4                            3 NaSO4              +      3H2C2O4
   (Natrium oksalat)     (asam sulfat)           (natrium sulfat)   (asam oksalat)








BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.    Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.    Kadar COD dalam air mineral Pristine adalah 9,58 ppm.
2.    Kadar COD dalam air mineral Liquo adalah 9,58 ppm.
3.    Kadar COD dalam air minum kemasan semua merek sudah memenuhi SNI karena sudah tidak dibawah 10 ppm.
4.    Nilai COD merupakan satu bilangan yang dapat menunjukkan banyaknya okesigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan  organic menjadi CO2 dan air dengan perantara oksidan kuat dalam suasana asam.

.


7.2.    Saran
Dalam melakukan praktikum diharapkan lebih berhati – hati dan teliti agar didapatkan hasil yang akurat.



DAFTAR PUSTAKA


Anto,T,S,Suherman, 2005 Pengolahan Limbah Bergerak Solusi Permasaahan Limbah Cair, UPT balai Informasi Teknologi LIPI : Bandung.

Bambang, T , 1999; Mechanism of Segragation In Binary Particicles System, Okayama University.

Herawati, Ninik, L, 1988; Mekanika Fluida Polytechnik education Development Centre : Bandung.

Moersidik, Rahma Widhiasari. 2015. Load Capacity Study Of Ciliwung Watershed. Jakarta : University of Indonesia.

Linsley K, 1991; Teknik Sumber Daya Air, Jakarta : Penerbit Erlangga.















LAMPIRAN

Karakteristik Air             
 


























Sumber : Pengantar Pengolahan Air,  TL 4001 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB.